bisnis online
Showing posts with label wonogiri. Show all posts
Showing posts with label wonogiri. Show all posts

Saturday, July 6, 2013

Mocaf bisa mengangkat perekonomian Wonogiri, asal...

Semua tentu sudah mahfum bahwa singkong banyak dihasilkan dari Wonogiri. Terlepas dari kandungan karbohidrat dan nutrisi lainnya, singkong atau 'pohung' masih dipandang sebelah mata sebagai makanan kampung, tidak berkelas, dan murahan. Memang harus diakui, bahwa selama ini singkong di posisikan sebagai produk yang identik dengan kawasan kering, miskin dan hanya sebagai cadangan di masa paceklik ketika tanaman lainnya susah hidup. Bahkan, disadari atau tidak, ketika label 'kota gaplek' disematkan kepada Wonogiri, bukan karena menyematkan kebanggaan sebagai penghasil gaplek yang sejahtera, tetapi lebih kepada pandangan rendah terhadap Wonogiri sebagai 'mampunya cuma makan gaplek!' Yang asosiasinya lebih kepada melabeli Wonogiri sebagai kota/kapubaten miskin. (Dan memang betul karena sampai artikel ini ditulis pun Wonogiri masih layak di label i kabupaten miskin karena rendah ya PAD, dan penghasilan dari pajak, dibandingkan dengan beban pengeluaran yg harus ditanggung)

Karenanya, penemuan teknologi pangan yang memodifikasi struktur tepung cassava (tepung singkong) menjadi tepung yang serupa dengan terigu tanpa merubah kandungan nutrisinya (malahan disebutkan mocaf lebih bagus karena gluten free tidak seperti terigu), layak menjadi tumpuan harapan petani singkong di Wonogiri. Dengan berlimpahnya produksi singkong di musim kemarau, selain untuk konsumsi sebelum musim hujan tiba, gairah memproduksi modified cassava seakan memunculkan secercah harapan akan peluang pemanfaatan singkong sebagai produk ekonomi yang bermartabat. Apakah otomatis akan begitu? Ada beberapa hal yang bias menyebabkan peluang emas ini dibawa melenceng dari semangat mensejahterakan rakyat.

Pertama, memproses tepung mocaf membutuhkan skill tertentu berupa penguasaan teknologi pengolahan singkong yang harus mengikuti prosedur tertentu. Selain itu, diperlukan unsur kimia tertentu (enzim) untuk merubah singkong menjadi output yang diharapkan. Juga alat-alat yang spesifik. Konsekuensinya, diperlukan permodalan dan keahlian sebelum bisa berproduksi. Kembali, masalah utama dari masalah perekonomian adalah ketersediaan modal, dan, adanya potensi usaha produktif dimonopoli oleh segelintir orang yang mampu mengakumulasikan modal. Jika produksi dimonopoli sekelompok kecil anggota masyarakat, akibatnya harga beli bahan baku singkong dari petani bisa didikte. Ujungnya, biarpun panen berlimpah, petani singkong tetap saja tidak bisa menikmati keuntungan dari hasil panennya.

Kedua, petani singkong adalah titik terdepan dalam rantai produksi mocaf. Dengan kata lain, petani singkong adalah lapisan terbawah dari piramida ekonomi produksi mocaf. Dengan fakta itu, jika keterlibatan petani sebatas penyediaan bahan baku, bisa dipastikan petani singkong tidak akan menikmati keuntungan pemasaran mocav. Paling banter, hanya menerima multiplikasi dari jumlah singkong yang diserap pabrik mocaf, tidak lebih.

Ketika dihadapkan pada kondisi seperti ini, biasanya kita menggantungkan harapan kepada PEMERINTAH ( dalam huruf kapital - saya hanya ingin menegaskan betapa tingginya - dan parahnya - ketergantungan kita terhadap sebuah institusi, yang entah kenapa seringkali berujung kekecewaan), dan berhenti berupaya secara kreatif untuk mencari solusi dari masalah kita. Tidak ada yang salah dengan itu, hanya saja, mungkin jika anggota masyarakat bisa bersama-sama memecahkan masalah sosial tanpa tergantung pihak luar, di satu sisi bisa jadi solusi tersebut bisa sustain (awet) karena timbulnya rasa kepemilikan anggota masyarakat. Di sisi lain, akan memperkuat ikatan sosial di antara anggota masyarakat yang terlibat. (CMIIW, saya tidak belajar ilmu sosiologi).

Dalam kondisi seperti ini, apa yang bisa dilakukan oleh petani? Terlepas dari semangat untuk terus meng-encourage petani dan masyarakat untuk membangun kolaborasi, berserikat untuk meningkatkan kapabilitas dengan koperasi, sudah waktunya menggeser posisi petani dari semata-mata penghasil bahan mentah, menjadi komponen produksi yang memberikan nilai tambah dalam rantai produksi mocaf (dan hasil-hasil pertanian lainnya). 

Friday, April 12, 2013

Memulai dengan Mensortir (Tentang Sampah lagi)

Saya sempat kagum dengan pemisahan tempat sampah dua warna di Lingkungan Wonokarto Wonogiri. Saya yakin program serupa juga sudah digalakkan di seluruh kawasan Wonogiri - khususnya di kota-kota kecamatan. Artinya, waste management sudah berada di 'jalan yang lurus'. :)

Tetapi, harusnya tidak berhenti di sortir sampah saja. Langkah berikutnya adalah, memastikan armada pengangkut 'memperlakukan' sampah yang sudah dipilah tersebut sesuai dengan tujuan akhirnya. Sampah basah di perlakukan sebagaimana sampah basah, dan begitu juga sampah kering. Jika ternyata setelah dipilah, kedua jenis sampah hanya di masukkan gerobak yang sama. Terus apa untungnya sampah dipilah?

Jika ternyata memang sampah nantinya di tangani dengan sama saja antara sampah basah dan kering, mungkin waktunya mengarahkan pengelolaan sampah ke arah program daur ulang. Jadi, sebagai pengganti pemilahan sampah "organik" dan 'anorganik', yang bisa dilakukan adalah merubahnya menjadi 'sampah' dan 'daur ulang'. Untuk tahap awal, hanya barang yang bisa di kelola daur ulang nya saja yang dimasukkan ke dalam tong 'daur ulang'. Seperti botol plastik, casing TV / komputer / monitor, kantong plastik (betul kresek sudah bisa di daur ulang), kertas, karton, kardus, botol, botol kaca. Selain itu, dimasukkan ke tong 'sampah'. (Daftar item recycle-able ini pun bisa berkurang jika masih belum mampu mengelola. Apalagi saya kira penanganan akan dilakukan manual secara manual). Ke depan kita boleh bermimpi akan menggunakan mobil sampah yang lebih canggih yang mengambil tong sampah dengan lengan robot - misalnya. tetapi, selagi di Wonogiri tenaga kerja masih berlimpah, kenapa tidak dimanfaatkan untuk membuka lapangan kerja? Selain itu, perlu diingat juga jalan-jalan kita relatif sempit dan tidak tertata. Jadi mobil sampah semacam ini akan kurang efektif.


Pada tahap sortir, mungkin ada baiknya untuk di kenalkan penggunaan tempat sampah beroda dengan identifikasi warna untuk masing-masing jenis sampah. Misalnya pada gambar di bawah, tong dengan tutup hijau untuk sampah basah dan non-recycleable, tutup kuning untuk recycleable, sedang tutup merah (untuk apa ya???? he he..contohnya kebanyakan). Keuntungan menggunakan tong beroda adalah mudah untuk di keluar-masukkan ke halaman. Tempat sampah tidak harus berada di luar pagar, dengan alasan keamanan (mungkin nggak di Wonogiri tempat sampah semacam ini hilang?) karena mencegah kehilangan, juga keamanan supaya tidak menimbulkan kecelakaan karena tertabrak pengendara sepeda motor - misalnya.



Tetapi dengan kondisi sosial di Wonogiri saat ini, saya kira pengelolaan sampah dengan petugas mengambil ke rumah-rumah hanya sesuai untuk sampah basah saja. Dengan keberadaan pasukan pemulung yang mengorek tempat sampah untuk mengambil recycleable items, saya kira metode yang efektif untuk pengumpulan sampah daur ulang adalah tetap dengan menggalakkan bank sampah. Karena selain jangan sampai timbul konlfik dengan pemulung dan pengepul sampah, tugas bank sampah yang ada di tingkat RW atau kelurahan adalah mengepul sampah daur ulang, pencatatan dan memastikan sampah sudah di sortir dan dalam kondisi bersih. Baru petugas dari Pemkab mengambil ke lokasi bank sampah secara peiodik dalam kondisi sampah daur ulang sudah siap diproses.

Melbourne - 12/04/2013
Kredit foto-foto dari internet. Di Jakarta sudah ada yang memproduksi tempat sampah beroda dari fiber. Truck sampah berlengan robot semacam foto ini sudah di gunakan di Melbourne.

Wednesday, April 10, 2013

Menggagas sampah sebagai Competitive Advantage bagi Wonogiri.

Bank sampah semakin marak di berbagai daerah. Bukan hanya di ibu kota, kota-kota besar lainnya seperti Surabaya pun semakin mengambil bagian sebagai gerakan masyarakat melawan dan memanfaatkan sampah. (kita bicara sampah rumah tangga, bukan 'sampah masyarakat'), begitu juga di Wonogiri. Bahkan saya sempat melihat (sayang belum sempat mengunjungi) salah satu bank sampah yang aktif di Wonokarto, Wonogiri. Upaya-upaya semacam ini dari masyarakat harus diapresiasi, begitu juga perhatian pemerintah daerah melalui Kementrian KLH. Perlu kreatifitas dan kepedulian untuk mengembangkan usaha-usaha serupa di seluruh Wonogiri. Dan saya yakin bisa menjadi salah satu andalan dalam mengembangkan kerjasama Commonality.

Jika dalam skala industri rumahan saja prakarsa semacam ini bisa berjalan, bagaimana dengan potensi Pemkab untuk memanfaatkan sampah sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah? Pemkab Wonogiri bisa mengembangkan instalasi daur ulang untuk sampah yang 'recycleable', seperti: kertas, plastik, botol kaca. Mungkin saat ini barang-barang yang sama sudah di kelola oleh swasta sebagai bisnis dau ulang. Artinya, di Indonesia bukan barang yang baru lagi. Tetapi, perlu dipahami yang dilakukan sektor swasta sekarang ini adalah memulung, bukan 'memanage sampah'.

Management sampah nantinya akan meliputi pengelolaan sampah mulai dari sumber nya, yaitu rumah tangga atau industri. Waste management ini akan mengatur pemisahan sampah ke dalam dua kategori: sampah rumah tangga dan sampah daur ulang. Bagaimana sampah diangkut dari rumah-rumah, hingga bagaimana sampah ditangani ke lokasi akhir.

Selain sebagai regulator, operator, dan controller. Pemkab bisa berperan aktif dalam membangun instalasi pengolahan 'recycleable items'. Pada tahap awal, pemkab bisa saja membuka unit pemisahan sampah daur ulang sesuai kategorinya. Misalnya dalam kelompok kertas, plastik, dan kaca. Kemudian dijual ke pengepul. Pada tahap berikutnya, setelah kapasitas pasokan bahan baku diketahui, maka instalasi pendaur ulang bisa di bangun.

Perlu dipahami bahwa sampai sekarang ini, sampah masih merupakan cost center. Mungkin kemudahan membuang sampah di area TPA Ngadirojo melenakan Pemkab, kemudian mengabaikan potensi sampah pun bisa jadi sumber PAD. Selain itu, apakah masih ada kepedulian dan keinginan untuk merubah Wonogiri melalui sampah. Ilmu pengelolaan sampah pun bukan teknologi roket yang canggih, tinggal bagaimana pengelolaan timbunan sampah ini untuk bisa merubahnya menjadi timbunan uang.



(Melbourne - 12/04/2013)
Mengenang 3 tahun meninggalnya Eyang Kakung. It has been 3 years since you passed away. Semoga diberi kelapangan dan kemudahan di sana. Amin)
Recycling images credit to the internet - via Google :)
Gold coins image belongs to www.southlandcoins.com.