Bayangkan jika dalam suatu wilayah, pedagang bakso tidak perlu mencemaskan
kenaikan harga daging. Sehingga ketakutan berkurangnya keuntungan memaksa dia
untuk bertindak jahat mencampur daging sapi dengan daging babi. Berapapun harga
yang dipasok oleh pedagang daging rekanannya, dia akan menjual bakso dengan
harga yang relative stabil. Di sisi lain, pedagang daging tetap akan berjualan
mengikuti harga pasar yang berlaku, sehingga dia menjual harga daging sapi yang
sudah naik. Kenaikan tersebut mengikuti perkembangan harga pasar – meski harga
pasokan dari peternak langganannya tidak naik. Peternak sapi yang memasok
pedagang daging tidak terlalu risau dengan harga jual sapinya yang tidak
seimbang dengan tingginya kenaikan harga jual daging sapi.
Jika pedagang bakso mencatatkan kerugian, pedagang daging
membukukan keuntungan besar, maka dalam kasus ini keuntungan peternak sapi tidak
terpengaruh. Mereka tetap adem ayem. Karena fluktuasi harga di pasar seperti
apapun, orang-orang ini mampu memetik keuntungan dari usahanya. Jika yang
dibukukan kerugian – seperti pedagang bakso – maka dia menerima keuntungan dari
share yang dibukukukan oleh pedagang daging.
Kerugian, sudah pasti terlihat akan dialami oleh orang yang tidak
tergabung dalam siklus pasokan daging seperti yang dicontrohkan dalam kasus ini,
karena fluktuasi harga menyebabkan usahanya menjadi tidak menentu.
Jika Closed Loop Economy (CLE) merupakan wacana penanganan siklus
produksi dan konsumsi produk yang melibatkan berbagai stakeholder. Dalam setiap
tahapan proses penanganannya, setiap waste dari proses menjadi inputan yang
bernilai bagi proses lain dalam siklus tersebut. Hasil akhir dari siklus
tersebut adalah zero atau minimal waste. Dan kalaupun ada waste yang
dihasilkan, selalu memiliki value di tempat lain. CLE sudah lebih dulu
terkenal, sejak di gagas di tahun 1995, konsep ekonomi ‘zero waste’ ini mendapat
sambutan luas di masyarakat.
Diturunkan dr konsep CLE tersebut,
Closed Loop Society menggagas sebuah masyarakat yang terlibat dalam sistem
ekonomi yang terintegrasi dalam siklus tak terputus.Keuntungan yang dihasilkan
pada setiap tahapan proses dalam siklus tersebut merupakan tambahan keuntungan
bagi seluruh stakeholder yang tergabung di dalam siklus.
Siklus dari CLS ini mencakup produsen dan konsumen dalam hubungan
supply and demand yang saling melengkapi.
Dalam merumuskan konsep CLS ini, saya tidak ingin terjebak dengan
konsep ekonomi yang telah ada, sehingga perlu untuk menentukan batasan-batasan
yang sifatnya normatif dalam definisi CLS.
- CLS bersifat communal. Konsep CLS yang menuntut peranan individu sebagai produsen dan sekaligus konsumen dalam siklus ekonomi, menyebabkan hubungan saling ketergantungan diantara individu (within local community, beyond individual capacity);
- CLS menuntut partisipasi aktif dari anggota. Untuk meraih keuntungan lebih dari peranan di dalam siklus, anggota siklus harus berperan serta sebagai konsumen atau juga produsen. Bisa saja anggota hanya menjadi peserta pasif dalam siklus – sebagai penanam modal. Tetapi, keuntungan lebih akan terasa jika modal yang disertakan berupa usaha yang merupakan ekstensi/cabang dari siklus tersebut. Prinsip partisipatif ini mendorong seluruh anggota untuk mengutamakan wirausaha dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari (involved all community members);
- Konsep end to end economy semacam ini bisa saja dilakukan oleh bisnis besar yang menggurita atau konglomerat. Tetapi anda salah jika memhami konsep CLS sebagai pengejawantahan dari konglomerasi. Kenapa? Karena konglomerat tidak mengkonsumsi sendiri produk yang dihasilkannya. Konglomerat tidak memenuhi kebutuhan siklus yang tertutup dalam CLS. (non conglomeration entities);
- Konsep CLS mengedepankan pemenuhan kebutuhan sendiri. Atau dengan kata lain, seluruh produk yang dihasilkan dalam siklus sebisa mungkin digunakan secara eksklusif untuk pemenuhan kebutuhan anggota sendiri, baru setelahnya dilepas ke pasar bebas. Tidak ada yang salah dengan self sufficiency ala swadesinya Gandhi. Karena konsumsi atas produk sendiri berarti menjamin kelangsungan usaha dan kesejahteraan pelaku dan peserta usaha. (self sufficiency);
- Last but not least, CLS bisa dilakukan bertahap dan bisa dikembangkan ke dalam siklus-siklus yang lebih dari satu. Jika sebuah siklus pemenuhan kebutuhan berhasil di bangun, dan terhitung sudah mapan, maka bisa dimulai untuk siklus yang lainnya. Sehingga, pada akhirnya seluruh kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi secara mandiri, dengan keuntungan dari siklus bisa dinikmati bersama-sama (expandable to the other aspects of economy).
“Tulisan ini merupakan refleksi atas kondisi
perekonomian di Indonesia, yang begitu rentan terhadap fluktuasi harga barang.
Ketergantungan kita terhadap barang impor menyebabkan begitu rentannya ekonomi
masyarakat – terutama masyarakat kecil. Dengan mengkombinasikan prinsip
kolaborasi supply chain, dan mutual ownership dalam keanggotaan koperasi –
mungkin akan menjadi solusi yang berkesinambungan dalam menghadapi krisis
pangan dan krisi ekonomi. Tulisan ini, dan istilah Closed Loop Society dicomot
begitu saja dari kamus – tanpa rujukan atau referensi yang kuat. Kesalahan konsep
merupakan tanggung jawab saya sebagai penulis. Jika pembaca mengetahui konsep
serupa, mohon diinformasikan kepada saya untuk memperkaya wawasan – dan melengkapi
konsep yang saya sajikan” -- Melbourne 14/01/2014 di bawah suhu 42 derajat Summer tahun ini.